Senin, 12 Desember 2011

Daun Ganja Untuk Masakan

Ketika saya dan Teman-teman Kampus sedang berbincang-bincang Mengenai Narkoba selepas selesai kuliah, kemudian muncul sebuah pertanyaan yang hingga akhirnya menjadi sebuah perdebatan antara saya dan salah satu teman saya. Pertanyaan itu adalah "Bagaimana Hukum Daun Ganja sebagai Bumbu Masakan, Penyedap Masakan dan Sebagainya?."

Teman saya memulai Perdebatan "Aku Rasa itu tidak Haram, karena sebagai sumber Ganja adalah Tumbuhan berasal dari yang alami." Salah satu Teman yang sedari tadi juga mengikuti perbincangan menyetujui pendapat dari  temanku ini yang menyatakan daun ganja tidak haram untuk masakan.

Kemudian saya berpendapat "Daun Ganja itu dasarnya sudah haram ya Tetap Haram, apalagi untuk masakan."

"Gini ya, kalau menurutmu haram sekarang aku tanya mengapa masakan-masakan sekarang ini khususnya Masakan ... (tak disebutkan.red) banyak yang menggunakan ganja sebagai bahan masakan?". Sanggahnya.

"Kamu tahu dari mana daun ganja banyak di pakai sebagai campuran masakan?."
"Kawanku dia membuka usaha masakan tersebut dengan menunjukkan bumbu yang campurannya adalah ganja, enak dan tidak ada masalah aku sendiri yang telah mencobanya?."

"Begini ya, kalau menurutku Ganja Haram ya tetap haram, lagi pula memang kamu percaya yang dia pakai benar-benar berasal dari Ganja?"

"Sekarang bukan masalah percaya atau gak percayanya. Kealamiaannya yang perlu ditanyakan haram atau tidak. Kalau menurutku ganja yang haram itu adalah ganja yang dihisap karena menyebabkan otak dan pikiran kita. Kalau hanya sekadar sebagai campuran masakan itu sih halal dan boleh-boleh saja tidak haram."

"Nah, kamu bilang dihisap baru haram. Coba kau fikir dengan menggunakan logikamu dihisap saja haram, Apalagi di makan? dan ditambah campuran masakan lagi itukan sudah masuk dalam perut kita?."

"Bukan begitu, Kalau dihisapkan effeknya jelas merusak otak kita tubuh kita, nah sedangkan untuk masakan kan tidak ada effeknya?."

"Belum tahu juga, ya ganja tetap aja ganja. Walaupun dimasak ataupun digunakan untuk dihisap tetap haram. Memang kamu tahu kalau ganja sebagi campuran gak ada effeknya?."

"Ya tahulah gak ada effeknya, buktinya aku yang pernah mencoba masakan dengan bumbu ganja gak ada apa-apa. Sampai sekarang fikiranku sehat, tubuhku kuat?"

"Ya itukan menurutmu gak ada efeknya, lihat suatu saat nanti pasti ada effeknya.?
"Yee.. apa buktinya gak ada. Aku akan tetap berpendapat ganja kalau untuk campuran masakan tetap tidak haram, Malah masakan tambah lezat dan nikmat...!!!"

Sayapun kini antara kesal dan lelah menjadi satu, akhirnya saya diam sejenak. Dan yang menjadi lawan perdebatan pun diam, hasilnya tetap masing-masing berada pada pendirian. Saya tetap meneguhkan prinsip Bahwa Ganja itu Haram meskipun untuk dibuat sebagai masakan dan Dia tetap meneguhkan bahwa ganja itu Halal jika digunakan Untuk Masakan. Selang dalam kediaman sayapun mulai berbicara kembali.

"Ya, Memang Pandangan Orang jelas Berbeda-beda. Tetapi tetap aku tidak sependapat dengan-Mu, Aku tetap menganggap GANJA ya tetap haram."

"Kalau kamu menganggap tetap itu haram, aku juga tetap menyatakan itu halal, karena kau tentu tahu bahwa ganja yang telah dicampur masakan tidak akan menyebabkan orang mabuk, karena ganja tidak memabukkan dan tidak merusak otak jika dicampurkan oleh masakan."

Setelah penjelasan darinya ini kemudian kami diam kembali, dan akhirnya kami berlalu dan pulang kerumah karena waktu telah beranjak siang.

Sesampainya dirumah, saya tetap meneguhkan pendirianku, tetap didalam kepastian bahwa ganja itu Haram, meskipun rasa penasaran terus menggelayuti fikiranku. Saya pun meminta pendapat dengan ibuku, Ibuku menyetujui apa yang menjadi pilihanku bahwa tetap haram ganja tersebut bila dicampur untuk bahan masakkan. Ibuku memberikan Alasannya bahwa Ganja yang dibuat sebagai campuran masakkan itu diibaratkan dengan Uang riba, uang riba jelas dilihat dari kasat mata bahwa riba itu membawa kesenangan dan tidak ada effek yang berarti karena kedua belah pihak sama-sama setuju, tetapi pada akhir hayatnya tentu akan allah balas baik balasan didunia ini ataupun balasan di akhirat kelak, Karena dasarnya riba haram ya tentu jelas Haram. Demikian juga dengan Ganja, Ganja dasarnya sudah haram tentu penggunaannya pun juga haram.

Sayapun meresapi apa kata ibu saya, sayapun merenung ya mungkin benar apa yang dikatakan ibuku, pada dasarnya Ganja itu haram maka penggunaannya juga tentu haram.

Tetapi aku akan tetap mencari tahu, ketika Malam minggu tiba saya mengikuti pengajian rutin. Kemudian ketika masuk pada acara Tanya jawab, akupun bertanya dengan Ustadz bagaimana Sesungguhnya GANJA untuk Masakan. Berikut jawaban Ustadz :

"Ketika Allah SWT mengharamkan khamar di Al-Quran, semua orang lantas menghukumi bahwa khamar itu haram. Namun khamar yang dikenal oleh bangsa Arab saat itu adalah perasan buah kurma atau anggur yang mengalami proses fermentasi hingga level tertentu.

Di luar itu, bangsa Arab tidak mengenal jenis minuman keras lain. Al-Quran tidak pernah menyebutkan bahwa beer, vodka, brandy, mansion atau cognac. Lalu atas dasar apakah minuman tersebut bisa ikut dikategorikan sebagai khamar?
Para ulama ushul mencoba mencari 'illat ketika mengqiyas antara khamar dengan minuman keras lainnya. Dan disimpulkan bahwa 'illatnya bukan pada nama, atau jenis buah tertentu, melainkan pada efek yang ditimbulkan, yaitu mabuk (iskar). Dari 'illat yang telah disepakati ini, kemudian dikembangkan sebuah ta'rif (definisi) dari khamar, secara lebih luas dan tidak terbatas pada perasan kurma atau anggur saja. Definisinya adalah segala yang bila diminum/ dikonsumsi akan mengakibatkan iskar (mabuk).

Maka yang termasuk khamar tidak lagi terbatas pada minuman, tetapi juga apa saja yang dimakan bahkan apa yang dihirup. Maka minuman tadi karena bisa mengakibatkan iskar, bisa dimasukkan ke dalam kategori khamar.
Bahkan daun ganja yang diproses sedemikian rupa lalu dibakar dan asapnya dihisap hingga mabuk, sudah termasuk kategori khamar. 'Illatnya adalah karena asap ganja itu mengakibatkan mabuk (iskar) bila dihisap.

Kemudian timbul masalah, bagaimana dengan kurma atau anggur yang diperas namun belum sampai kepada kategori memabukkan? Misalnya masih berupa air fermentasi pada level tertentu yang bila diminum masih menyegarkan, manis dan enak tanpa efek memabukkan.

Dalam hal ini para ulama sepakat mengatakan hukumnya halal. Sebab batasan atau 'illat haramnya khamar bukan pada jenis buahnya, melainkan pada efek mabuk (iskar) yang ditimbulkannya. Selama buah kurma dan anggur masih tidak memabukkan bila dimakan atau diolah, maka statusnya bukan khamar dan hukumnya halal.

Kemudian kita beralih pada daun ganja apa yang ditanyakan tadi, bagaimana hukumnya?

Daun ganja bila diolah sedemikian rupa menjadi lintingan rokok, dibakar lalu asapnya dihirup, akan menimbulkan iskar (mabuk). Dengan demikian jelas termasuk khamar. Tetapi bagaimana dengan daun ganja yang baru dipetik dan diolah bukan untuk menjadi zat yang memabukkan, adakah daun itu sudah langsung bisa dicap sebagai khamar?

Pertanyaan ini akan melahirkan dua pendapat yang berbeda, ada yang mengatakan tidak bisa dibilang khamar. Sebaliknya ada yang tetap menetapkannya sebagai khamar.

a. Pendapat pertama

Logikanya, selama daun ganja itu belum diolah menjadi zat yang memabukkan, dan bila dimakan sama sekali tidak menimbulkan efek mabuk dalam arti yang sesungguhnya, kecuali hanya sekedar menambah lezat, maka tidak ada alasan untuk menggolongkannya sebagai khamar. Sebab efek mabuk (iskar) tidak terjadi, meski dimakan banyak atau sedikit. Sedangkan efek ketagihan tentu bukan 'illah dari keharaman. Sebab banyak zat lain yang bila diminum atau dimakan bisa membuat orang ketagihan, tetapi bukan termasuk khamar.

b. Pendapat kedua

Mereka mengatakan bahwa daun ganja itu tetap haram hukumnya, meski digunakan bukan untuk mabuk. Karena secara umum telah digunakan sebagai zat yang memabukkan. Ketika menjadi lintingan yang dihirup asapnya, daun itu adalah khamar dan hukumnya haram dihirup serta najis. Maka sejak masih jadi daun di pohonnya, benda itu sudah dianggap khamar dan najis, meski belum memberi efek mabuk. Bagi pendapat ini, ketika digunakan untuk bumbu penyedap, tetap terhitung sebagai khamar yang haram hukumnya. Meski tidak menghasilkan efek mabuk.

Logika pendapat yang kedua adalah logika yang digunakan untuk menajiskan tubuh anjing. Meski hadits yang menetapkan kenajisan anjing hanya sampai sebatas air liurnya saja, namun para ulama yang menajiskan tubuh anjing mengambil kesimpulan bila air liurnya najis, maka tempat asal air liur itu najis juga.
Maka dalam hal ini perut anjing sebagai sumber air liur hukumnya najis. Dan kalau perut anjing itu najis, maka apapun yang keluar dari perutnya juga najis. Air keringat anjing sumbernya juga dari perut, maka air keringatnya najis. Dan air keringat itu keluar lewat pori-pori, kulit, daging, otot dan lainnya, maka semuanya juga ikut najis.

Dengan demikian, kita dihadapkan pada dua pilihan hukum, yang memang diperdebatkan oleh para ulama. Perbedaannya berangkat dari logika penarikan hukum, meski sumber dalilnya sama. Dan fenomena khilaf seperti ini seringkali terjadi.

Adapun bila masakan yang menggunakan daun ganja sebagai penyedap itu memberikan efek iskar (mabuk), maka kita semua sepakat mengharamkannya. Maka masalah akan terpulang kepada si pengolah masakan."

"Bagaimana Akhi, Apakah sudah cukup jelas mengenai ganja tersebut?" tanya Ustadz kepadaku, setelah menjelaskan apa yang menjadi pertanyaanku.

"Naam Ustadz, sudah cukup jelas. Tetapi boleh ana bertanya lagi ustadz?"
"Tafadhol akhi, Kita berkumpul adalah mencari ridhonya allah. Ilmu yang dihadirkan adalah ilmunya allah, selagi ana Mampu untuk menjawabnya insya allah ana Jawab."

"Begini Ustadz tadi ustadz menyebutkan dua pilihan, Kalau menurut pribadi ustadz sendiri ketika dihadapkan dua pilihan yang Ustadz jelaskan tersebut ustadz memilh yang mana?"

Dengan sehurai senyum keimanan yang terpancar dari bibir Al-ustadz, kemudian ustadz mulai Menjawab Kembali  "Akhi, Rasulullah SAW dalam Hadits yang shahih, Hadits Bukhari menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْحَلَالُ بَيِّنٌ، وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ، لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ، اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ، كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
(صحيح البخاري)


“Semua yg halal telah jelas, semua yg haram telah jelas, dan diantara keduanya terdapat hal yg syubhat (kurang jelas halal dan haramnya),  kebanyakan orang tidak jelas mengetahuinya, maka barangsiapa yg menjauhi yg syubhat maka sungguh ia telah bersuci untuk agamanya dan harga dirinya, dan barangsiapa yg terjebak pada hal yg syubhat, adalah bagaikan penggembala yg menggembala didekat batas tanah larangan maka ia dirisaukan masuk kedalam tanah larangan, Ketahuilah bahwa setiap Penguasa memiliki batas larangan, dan batas larangan Allah di Bumi Nya (swt) adalah hal hal yg diharamkan Nya, Ketahuilah pada tubuh terdapat satu gumpalan daging, jika gumpalan daging itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya, jika gumpalan daging itu buruk maka buruklah seluruh tubuhnya, maka ketahuilah bahwa gumpalan daging yg dimaksud adalah hati ”

Hadist yang ana sebutkan tadi adalah jawaban dari ana, karena sesungguhnya ketika ada seseorang yang menyatakan ini halal dan ada juga yang menyatakan ini Haram. Dan para ummat dibuat bingung dari padanya, alias tidak jelas apa betul ini halal atau haram. Nah, untuk menghadapi yang demikian acuannya yang terbaik adalah satu yaitu menjauhinya. Sesuai hadits yang ana sebutkan tadi. Ketika kita mampu menjauhinya, bahkan meninggalkannya maka ia telah bersuci untuk agamanya dan harga dirinya. Dan ketika kita tidak mampu menjauhinya maka dia diibaratkan seorang pengembala yang melewati tanah larangan. Padahal sesungguhnya tanah itu bukanlah miliknya dan bisa menjadi haram. Karena ketika Sesuatu yang syubhat telah kita makan maka sesungguhnya yang syubhat itu sangatlah dekat dengan keharaman.

Kemudian kita berikan contoh lagi seperti membeli ayam potong di pasar, Ayam potong itu adalah syubhat. Mengapa syubhat? Karena hati kita tentu bertanya-tanya "Ini ayam sudah di potong dengan menyebut nama Allah belum ya?, "Menghadap Kiblat gak ya?", "Cara memotongnya Sudah benar menurut syari'at gak ya?." Ketika sudah muncul pertanyaan itu dibenak kita maka hukumnya adalah syubhat, maka segeralah menjauhi. Dan belilah ayam yang masih hidup dan dipotong dirumah sendiri, itu adalah lebih mulia dari pada yang syubhat tadi kita makan.."

"Bagaimana Akhi, Sudah cukup Paham?".
"Naam Ustadz, ya ana sudah sangat-sangat paham bukan cukup lagi ustadz hehe.. sukran katsiran atas jawaban ustadz?.

"Jazakallahu ya akhi"

(Wallahu'allam Bis shawwab)

2 komentar:

  1. Bismillah, Sungguh Kisah Ini adalah pertanyaanku selama ini.. Sukran Ilmunya.

    BalasHapus